PHK Masih Marak, Pengamat: Ekonomi Indonesia Masih Tidak Seimbang

JAKARTA,quickq是什么 DISWAY.ID --Selama beberapa tahun terakhir, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa para pekerja di Indonesia telah menjadi salah satu permasalahan yang belum dapat ditemukan jalan keluarnya.
Hal ini tentunya menjadi momok yang menghantui para pekerja di Tanah Air, terutama pekerja di sektor ritel, tekstil, dan jasa.
Selain itu menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, hal ini juga menjadi bukti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami ketimpangan.
BACA JUGA:DPR Terburu-buru Sahkan Revisi UU TNI, Amnesty International Khawatir Kembalinya Dwifungsi Militer
BACA JUGA:KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi LPEI, Kerugian Negara Capai Rp11,7 Triliun
"PHK di sektor formal juga mendorong pergeseran ke sektor informal, yang umumnya menawarkan upah rendah dan tidak ada jaminan sosial," ucap Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Kamis 20 Maret 2025.
Tidak hanya itu, Achmad juga menambahkan bahwa situasi ini makin diperburuk oleh adanya ketidakseimbangan dalam struktur ekonomi.
Dalam hal ini, pertumbuhan yang digerakkan ekspor komoditas dan industri padat modal tidak menyentuh sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja.
"Alih-alih menciptakan lapangan kerja baru, banyak perusahaan justru melakukan efisiensi melalui otomatisasi. Alhasil, dampaknya, angka pengangguran terbuka (TPT) tetap tinggi, terutama di kalangan pemuda dan lulusan baru," jelas Achmad.
Fenomena PHK inipun juga turut mempengaruhi rendahnya daya beli masyarakat. Pasalnya, masyarakat cenderung menunda belanja karena ekspektasi harga lebih rendah, sementara ancaman PHK di sektor manufaktur dan jasa memperparah kehati-hatian konsumsi.
BACA JUGA:Komdigi Prediksi Trafik Jaringan Seluler Naik hingga 20% saat Libur Lebaran
BACA JUGA:Kemkomdigi Hentikan Layanan Internet dan Penyiaran Selama 24 Jam saat Hari Nyepi di Bali
"Deflasi dua bulan beruntun awal tahun 2025 (data BPS, Januari-Februari 2025) menjadi indikator melemahnya permintaan domestik. Daya beli yang melemah, inflasi yang tidak stabil, dan ketidakpastian pasar global membuat momentum Lebaran tidak mampu menjadi penyelamat ekonomi," ucap Achmad.
Dengan kondisi seperti ini, muncul keraguan akan apakah Indonesia akan mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
- 1
- 2
- »
相关文章
Pembenci Anies Auto Mingkem! Ini Empat Keuntungan Jakarta Selenggarakan Formula E
Warta Ekonomi - Para penggemar balapan mobil listrik Formula E yang tergabung dalam Fans Formula E m2025-06-12Kenangan JK tentang Almarhum Faisal Basri, Ekonom yang Pintar dan Berani
JAKARTA, DISWAY.ID- Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ikut kehilangan atas meninggalnya ekonom2025-06-12Jangan Sampai Salah, Ini Beda Demam Biasa dan Demam Tifoid
Jakarta, CNN Indonesia-- Salah satu masalah kesehatan yang ditandai dengan demam adalah demamtifoid.2025-06-12SIG Dukung Pembangunan Jalan di Enam Desa di Rembang dan Blora, Jawa Tengah
JAKARTA, DISWAY.ID --PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) melalui anak usahanya, PT Semen Gresik,2025-06-12Cikal Bakal Mako Cake & Bakery, Ini Perjalanan BreadTalk dari Singapura hingga Masuk ke Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta - Di balik aroma khas roti BreadTalk yang semerbak di pusat perbelanjaan, ter2025-06-12- JAKARTA, DISWAY.ID -Presiden Jokowi telah menyetujui pengunduran diri surat pengunduran diri Abdul H2025-06-12
最新评论